Saturday, March 20, 2010

Mezzoforte IV

Tik..tik.. titik-titik air mulai berjatuhan melalui celah-celah atap bilik. Hujan. Banyak air yang masuk menetes ke dalam rumah gubuk ini. Tetesan air membuat anak-anak yang sedang beristirahat tadi kaget dan bangun dari mimpi indahnya.
Cindy langsung beranjak dari duduknya dan segera berlari ke belakang untuk mengambil beberapa ember kosong. Kemudian ia letakkan ember kosong itu di tengah dan pojok ruangan untuk menadah air hujan yang masuk. Sedangkan anak-anak yang lain berhamburan ke luar dan mengambil payung besar satu per satu. Mereka berlarian ke arah jalan raya di sekitar pusat perbelanjaan.
“Kak! Ngojek payung dulu ya!,” seru Djaka berlari ke luar tanpa alas kaki.
“Hei Djaka, sendalmu mana? Pakai dong!,” perintah Nia.
“Gak ah Kak, enakan gini! Lagian sendalku udah mau jebol, Hehe, Daaagghh kak Nia, kak Sheila!,” seru Djaka lagi.
“Heii….!!,” panggil Nia, namun Djaka sudah berlalu. Kepergiannya disusul oleh Putri dan Cindy, begitupula dengan mereka, tidak mengenakan alas kaki. Baru ingin memanggilnya, namun mereka berlari cepat ke arah jalan raya.
“Bu, …” panggil Sheila menoleh ke arah Bu Annie.
“Ya begitulah nak, kalau gak kayak gitu, kami tidak bisa makan. Air hujan merupakan sumber rezeki bagi kami. Ibu sebenarnya gak mau melihat anak-anak mencari nafkah seperti itu. Tapi yah apa boleh buat, dagangan ibu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” jelas Bu Annie menjawab pertanyaan yang baru akan Sheila ajukan.
“Yang sabar yah, Bu. InsyaAllah kalau ada rezeki, aku dan teman-teman bantu semampunya,” ujar Nia sambil memegang pundak Bu Annie.
“Iya, nak. Terima kasih banyak atas bantuannya,” ucap Bu Annie tersenyum.
Sheila melihat jam tangannya dan tersentak kaget, “Ya ampun Ni, udah hampir magrib!,”
Nia ikutan kaget, “Hah?! Serius,La? Gak terasa ya?,”
Sheila mengangguk pelan dan mulai menekan tombol handphone-nya, “Pak Arga, bapak udah sampai rumah belum?”
“Belum, non. Bapak kebetulan mampir di warung cendol-nya Mba Sukma nih! Hehe,” jawab Pak Argamaya yang tengah asyik menikmati es cendol Bandung Kang Erwin.
“Kebetulan Pak, jemput aku dong. Ketemuan di Mall Taman Anggrek ya, Pak,” kata Sheila.
“Beres, non! “ sahut Pak Argamaya.
Sheila mengajak Nia untuk pulang dan segera berpamitan dengan Bu Annie. Mereka berjanji untuk datang kembali esok lusa. Bu Annie menyambutnya dengan senang hati atas niat baik mereka. Sheila tidak menyangka hari itu ia sisakan untuk sedikit mengenal lebih jauh bangsanya. Ia bersyukur Allah SWT menggerakkan hatinya untuk lebih menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.
“Ni, anak-anak itu bukan anaknya Bu Annie semua kan?,” tanya Sheila selepas mobilnya melaju meninggalkan parkiran mall Taman Anggrek.
“Bukan lah, La. Hahaha. Anaknya bu Annie itu cuma Djaka dan Putri. Setahuku, kalau anak-anak yang lain itu,, bu Annie dan almarhum suaminya ajak dari berbagai jalanan, kayak dari daerah Kota, Tanah Abang, Senen, Grogol juga. Bu Annie sih pernah cerita, mereka terlantar kelaparan di sana, Bu Annie dan Almarhum tidak tega melihatnya, jadi diajak ke rumahnya,” jelas Nia.
“Oh gitu, Ni. Kirain anaknya semua. Hehe. Bagaimana dengan Dita,Ni?,” tanya Sheila penasaran.
“Hmm,, Dita ya? Dita itu diambil bu Annie dari kolong jembatan di seberang kampus, La. Waktu itu Bu Annie pulang malam dari pasar Grogol, eh ngeliat ada bayi merah terlantar di sana. Kasian Dita, sejak bayi sudah ditinggal orang tuanya.,” ucap Nia dengan mata berkaca-kaca.
“Ya Allah, kasian sekali Dita. Aku jadi malu, Ni. Bu Annie aja yang bisa dibilang hidupnya pas-pas-an banget bisa menampung anak-anak sebanyak itu,” ujar Sheila terharu.
“Iya La, aku juga. Tau gak La?, dulu itu Bu Annie tinggal di komplek daerah Cinere, ia dan almarhum suaminya punya usaha catering. Anak-anak juga sempat tinggal di sana. Cuma karena kena fitnah, usaha catering mereka jadi bangkrut. Mereka kehilangan harta mereka, termasuk rumah. Makanya, untuk menyambung hidup, sekarang bu Annie nitipin beberapa gorengan buatannya di pasar Grogol” cerita Nia sedih.
“Kasian Bu Annie,, tega banget orang yang memfitnahnya!,” seru Sheila kesal.
“Iya, temannya sendiri yang memfitnah. Waktu itu nasi box Bu Annie kedapatan beberapa ulat belatung di dalamnya. Padahal sejauh itu, nasi box bu Annie fine-fine aja. Gak pernah ada yang complaint. Apalagi Bu Annie sangat memperhatikan kebersihan masakannya,” ujar Nia.
“Semoga Allah SWT memberi balasan yang setimpal kepada orang itu,” gumam Sheila.
“Sekarang apa rencanamu Ni untuk bantu mereka?,” tanya Sheila kemudian.
“Iya,La, semoga. Aku ingin bantu mengajar mereka dulu,La. Sekalian ngajak teman-teman yang ingin menyisihkan hartanya untuk membantu mereka. Akan lebih baik lagi, kalau nantinya bisa buat organisasi sosial. Mau bantu, La?” jelas Nia.
“Wah, ide yang bagus tuh,Ni! InsyaAllah aku ikut bantu!,” seru Sheila bersemangat.
“Oke. InsyaAllah rencana kita lancer yah,La. Oh ya, aku berhenti di depan masjid Pondok Indah aja, La. Aku dijemput di sana sama papa,” pinta Nia.
“ Iya Ni, sekalian kita sholat Magrib di sana yah. Nia mau jalan lagi sama papa?” tanya Sheila.
“Iya, kita Magrib di sana. Iya nih, La. Mamaku besok ulang tahun, aku mau beliin sesuatu buat dia. Hehe,” ucapnya malu.
“Wah, salamku untuk mama yah, Ni. Semoga semakin berkah usianya” ujar Sheila menitipkan salam.
“Amin. Terima kasih yah, La,” senyumnya.
Sesampainya di masjid, mereka mengambil wudhu dan mengikuti sholat berjama’ah di sana. Selesai sholat, mereka berpisah dan membuat janji untuk bertemu esok lusa di rumah Bu Annie.

***

Marlyn tidak mengangkat panggilan telepon dari Sheila. Sudah tiga kali Sheila menghubunginya, namun tidak ada jawaban.
‘Mungkin dia masih marah ke aku? Padahal aku mau cerita banyak sama dia. Hmmpff…’ gumam Sheila dalam hati.
Hari ini libur kuliah, namun Sheila tetap dipadati dengan jadwal piano course di daerah Bintaro. Tidak jauh dari rumahnya yang terletak di sektor 3. Gurunya tengah menanti kedatangannya,
“La, tumben telat. Udah dipelajarin PR yang minggu lalu?,” tanya Gurunya.
“Iya nih, kak Sheny. Tadi ketiduran, hehe. Udah sih,kak. Cuma masih banyak yang missed not baloknya. Salah mulu. Pusing jadinya. Susah!,” gerutu Sheila.
“PathetiqÜe-nya Beethoven kan? Ya udah, dicoba dulu deh. Pokoknya harus bisa hari ini yah! Gampang koq!,” perintah kak Sheny.
Sheila mengangguk pelan, ragu untuk memainkan dengan sempurna. Musik klasik memang harus sempurna untuk dimainkan dan itu salah satu hal yang membuat Sheila ragu memainkan musiknya di depan umum.
Tuts piano mulai dimainkan Sheila, jari-jari lentiknya mulai bermain di atasnya. Untuk kali ini, ia memainkannya dengan sempurna. Sheny senang melihat progress Sheila.
“Waw, Sheila! Applause for you, dear. Keren! Tuh bisa!, “ seru Sheny bangga dengan murid kesayangannya itu.
“Hehe, biasa aja kali,kak! Ini juga karena cuma ada huruf p di not balok. Hehe. Coba kalau mf , mp sudah dipastikan saya tidak seberhasil ini,” ungkap Sheila.
“Ya gak gitu lha, itu tinggal ngikutin sense of music kamu aja, La. Inget kan yang pernah aku bilang, main piano, pertama memang kita pelajari not balok dengan berbagai tanda di dalamnya, tapi untuk selanjutnya, pake feeling, La. Kalau untuk piano (p), mezzopiano (mp), forte (f), mezzoforte(mf),dan lain-lain, itu tinggal main feeling untuk menekan tutsnya,” jelas Sheny mengingatkan.
“Tapi aku paling gak bisa mainin musik kalau ada mezzoforte-nya. Kayak abu-abu, gak jelas!, “ gerutu Sheila.
“Bukannya abu-abu,La! Justru itu yang bikin lagu itu berwarna, jadi gak hanya lembut atau keras saja, kamu bisa main feeling di sana. Coba dipelajari deh. Minggu depan Hungarian Dance No. 5-nya Brahms yah! Ada mezzoforte-nya tuh,” suruh Sheny tersenyum.
“Ya udah deh, ga janji oke ya mainnya!,” seru Sheila.
“Ga boleh, harus oke mainnya!. Oh ya La, kamu ikutan aja audisinya Ananda Sukarlan,” suruh Sheny.
“Gak pede,kak. Aku kurang bisa mainin musik pop, kan bukan aliranku. Hehe. Lagian aku bisa mati gaya kalau mainin di depan orang banyak” curhat Sheila.
“Pasti bisa,La. Tinggal pilih lagu pop dan latihan. Aku bantu deh!,” kata Sheny meyakinkan.
Sheila hanya diam dan masih cukup mempertimbangkan tawaran gurunya itu. Dalam hatinya terbesit keraguan untuk melanjutkan mimpinya.

(to be contined)

Cerpen Karya :

Lydia Desvita SAri

March 20,2010

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © Catatan Pianissimo. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block| Blogger Templates
Start My Salary | Designed by Santhosh