Monday, March 1, 2010

Mezzoforte II

***

Biipp,, Bipp,,tidak terdengar suara laki-laki di seberang sana. Sheila coba telpon lagi, akhirnya diangkat juga.

“Pak, jemput aku dong, lagi dimana Pak?,” tanya Sheila

“Bentar non Sheila, Bapak masih di daerah Slipi. Non Sheila sendirian?” tanya Pak Argamaya, supir kepercayaan keluarga Sheila.

“Iya Pak, Marlyn gak bareng,” ujar Sheila muram.

“Oh yo wess lah, tunggu ya,” ujar pria itu.

Sheila menutup flip handphonenya, perasaannya tidak karuan dari tadi. Jauh di lubuk hatinya, ia ingin sekali ikut dalam audisi piano, namun ia tetap yakin pasti kosentrasinya akan buyar saat bermain piano di depan banyak orang.

‘Hmm,, Berlin Philharmonic,, akankah aku sampai di gedung konser bergengsi di Jerman itu? Mengikuti orchestra besar kenamaan di Berlin dan memberi resital piano tunggal di sana seperti yang dilakukan Ananda Sukarlan. Concertgebouw di Amsterdam, Auditorio Nacional di Madrid, Rachmaninoff Hall di Moskow, dan Queen's Hall di Edinburg. Sepertinya cuma angan-anganku saja.. Perkataan Marlyn benar, aku tidak akan bisa meraih mimpiku apabila selalu diliputi rasa takut dan malu berlebihan. Rasa takut seharusnya hanya kepada Allah SWT,’ gumam Sheila dalam hati.

“Assalamualaikum, Sheila,” sapa gadis berjilbab, membuyarkan lamunan Sheila yang sedari tadi menunggu supirnya.

“Waalaikumsalam, eh cacat! Ups..,” jawab Sheila

“Hus,, kamu koq masih panggil aku cacat siy, La? Huu,” ujar Nia kesal.

“Iya Ni, maaf, kelepasan, tapi kamu emang cacat. Huahahahaa,” canda Sheila geli.

“Sheila, kamu tau gak? Kita sebagai sesama muslim tidak boleh memanggil nama saudari kita dengan perkataan kasar. Nih ya, di pengajian minggu lalu, ustadznya bilang…… bla.. bla.. bla..,” ujar Nia panjang lebar.

‘NIa sudah banyak perubahan, Subhanallah,’ gumam Sheila dalam hati dan tersenyum kecil.

“Makanya dateng dong ke pengajian mingguan. Insyaallah banyak manfaatnnya koq, La. Jangan nongkrong mulu di kedainya Kang Erwin. Hihiii,” canda Nia geli.

‘Nia, yang dulu sempat menjadi pecandu narkoba, kini sudah berubah 360 derajat. Alhamdulillah. Apalagi kini dia memakai jilbab, makin terlihat cantik. Hari-harinya kini diisi dengan pengajian ke berbagai masjid. Pernah suatu kali ia yang membawakan materi pengajian remaja. Subhanallah. Jika lihat keadaan Nia dahulu, miris sekali, ia diajak salah satu teman gengnya, Amanda, untuk berfoya-foya, clubbing bahkan bermain judi, sampai akhirnya menjadi pemakai narkoba. MasyaAllah. Namun berkat pertolongan dari keluarganya, ia kembali hidup normal. Tentunya berkat pemuda-pemudi rohis kampus juga yang membantunya kembali ke jalan Allah SWT. Aku salah satunya. Heheehe.. ‘ pikir Sheila.

“La, kamu ikut dong pengajian, seru lho! Besok itu bahasannya tentang ‘Perjuangkan obsesimu sampai akhir hayat’,, keren kan judulnya? Hehe” ajak Nia.

“Wah seru tuh,Ni. Kebetulan aku juga lagi ragu tentang sesuatu,” ujar Sheila.

“Hehee,, ciyeee,, apaan tuh? Mau nikah yah, La?,” canda Nia cekikikan.

“Haha,, ada-ada aja kamu, Ni. Mau sih, tapi ga tau deh! Nunggu waktu yg tepat dan pilihan terbaik Allah, Ni,” jawab Sheila tersipu malu.

“Iya deh, La. Aku doain. Oh, jadi bukan soal itu? Terus apa dong?” tanya Nia penasaran.

“Ada dehh.. hihihiii,” ledek Sheila.

“ Huu,, dasar! Gak mau bagi-bagi rejeki, hehe. Ya udah La, besok dateng yah,” ajak Nia lagi.

“Iya Ni, InsyaAllah,” jawab Sheila tersenyum.

“Oh ya La, kamu gak dijemput? Kebetulan aku ada urusan ke tempat lain, klo kamu ada waktu, mau ikut denganku?” ajak Nia.

“Aku lagi nunggu pak Arga, Ni. Memangnya kamu mau kemana?,” tanya Sheila

“Ada tempat yang baru-baru ini rutin aku kunjungi. Kamu akan tau,” jelas Nia.

“Jadi penasaran, oke deh, aku ikut! Aku telpon pak Arga dulu yah, Ni” seru Sheila bersemangat.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 4 petang. Setelah melalui perjalanan yang singkat, sampailah mereka di sebuah gubuk di tengah kota tepatnya, di samping mall Taman Anggrek Grogol dan di bawah jembatan layang.

“Ya Allah, aku baru tau ada tempat tidak layak huni seperti ini di tengah kota, Ni,” ujar Sheila dengan mata berkaca-kaca.

“Iya, La. Aku juga baru sadar 2 minggu yang lalu saat aku ingin pergi ke arah Kebon Nanas, kamu tau kan, kalau kita ke arah Kebon Nanas, kita pasti lewatin jembatan layang dan dari sana terlihat perkumuhan seperti ini,” ujar Nia iba.

“MasyaAllah,” gumam Sheila makin terharu melihat banyak anak-anak di sana.

“Ayo La, kita ke gubuk di belakang tumpukan sampah itu,” ajak Nia.

Sheila tertegun dan hanya mengangguk lemas menerima ajakan Nia.

“Hai Dita, Assalamualaikum,” sapa Nia ramah kepada gadis kecil berbaju lusuh itu.

“Ka-k Ni-a!! Wa- wa-a-lai-kum-sal-am ka-k!,” jawab bocah itu gagap. Sheila iba melihatnya, sudah lama ia tidak berkecimpung dalam kegiatan sosial dan melupakan kewajibannya untuk menolong sesama.

“Anak pintar, sudah belajarnya, dik?” tanya Nia lembut

“iya! Su-dah, ka-k!,” jawab Dita bersemangat dan terlihat gembira karena kehadiran Nia.

“Dita, anak baik, mama Annie ada?” tanya Nia lagi.

“Ma-ma? Ma-ma a-a-da di- da-lam, kak,” ujar Dita pelan-pelan.

“Baiklah, kita ke sana yuk, dik,” ajak Nia sambil merangkul bahu kecil Dita.

Dita mengangguk semangat dan Sheila mengikuti mereka dari belakang.

Bersambung...


Cerpen Karya :

Lydia Desvita Sari

March 1,2010


4 comments:

Arman said...

wah jago bikin fiksi ternyata... :)

catatan pianissimo said...

Wehehee.. baru belajar, kak ^^

dita paramita said...

hi.. saiya dita si gadis kecil yang berbaju lusuh..
salam kenal y...gegeggeg

Lydia said...

hehehee.. pinjem nama, Ta :D

Post a Comment

 
Copyright © Catatan Pianissimo. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block| Blogger Templates
Start My Salary | Designed by Santhosh