Saturday, July 10, 2010

Mezzoforte (Part VII)

a Pianissimo's


***

,,Pak, teman Bintang mau berkunjung ke rumah. Bintang harap, bapak bisa simpan rahasia kita yah,Pak. Tolong..” ujar Bintang kepada Pak Reno.
,,Nak Bintang, bapaknya bukannya gak mau menyimpan rahasia ini. Cuma apabila terus-terusan begini, gak baik,Nak. Kasian orang tua nak Bintang, pasti mereka cemas dengan keadaan nak Bintang,” tutur Pak Reno yang beberapa bulan ini menjadi orang tua angkat Bintang.
,,Iya,nak, benar, kami takut kalau terjadi apa-apa dengan kesehatan nak Bintang. Kami tidak punya cukup biaya kalau-kalau nak Bintang harus dirawat ke Rumah Sakit,” ungkap Bu Shaula, istri Pak Reno.
,,Tenang aja Bu, Bintang janji gak akan terlalu sering pulang malam, untuk saat ini, Bintang belum mau pulang ke rumah, Bintang belum bisa ninggalin semuanya, Bu. Tolong Bintang, Bu” ucap Bintang sedih.

Bu Shaula merangkul Bintang, ia sudah menganggap Bintang sebagai anaknya sendiri. Kehidupan Bintang kini telah jauh dari kekhawatiran orang tuanya yang berlebihan dengan keadaannya. Ia menderita penyakit paru-paru basah. Dokter telah memberikannya dua pilihan yaitu istirahat di rumah dengan perawatan intensif atau rawat inap di Rumah Sakit. Namun, Bintang merasa dirinya cukup kuat untuk tetap menjalani rutinitasnya.

Bintang telah lama mengenal keluarga pak Reno. Ia sering berkunjung ke rumah pak Reno dan bu Shaula untuk membeli buku-buku sastra bekas. Sejak kelahiran gadis kecilnya, Lydia, mereka membuka usaha buku dan majalah bekas. Mereka berpikir bahwa jika hanya berjualan kue-kue basah tidak akan cukup untuk membeli keperluan sehari-hari gadis kecilnya itu. Oleh karena itu, dengan modal secukupnya, mereka mulai membuat toko buku dan majalah bekas.

***

,,Assalamualaikum, mama ya?,” tanya Bintang mendekatkan ponsel ke telinganya.
,,Bintang! Nak, kamu dimana sekarang? Mama sudah cari kamu kemana-mana. Katakan, sekarang dimana, sayang?,” tanya bu Vivi bertubi-tubi.
,,Tenang Ma, Bintang Alhamdulillah baik-baik saja. Mama gak usah khawatir. InsyaAllah Bintang tinggal di tempat yang baik, Ma” jelas Bintang pelan.
,,Tapi Nak, papa sudah sakit-sakitan. Kadang-kadang suka sesak nafas dan jantungnya kumat gara-gara mikirin kamu. Tolong Nak, mama mohon. Pulanglah,”
,,Masyaallah, terus sekarang keadaan papa gimana, Ma? Belum bisa sekarang,Ma. Bintang masih ada urusan,”
,,Urusan apalagi, nak? Bintang, ingat, kondisi tubuhmu tidak seperti dulu. Jangan bikin mama khawatir, Nak!,” ujar Mama semakin resah.
,,Iya,Ma. Bintang janji, setelah urusan ini selesai, Bintang pulang ke rumah untuk..,”
,,Untuk mama bawa ke rumah sakit di Jerman”
,,Iya,Ma. Insyaallah,” jawab Bintang kemudian menutup pembicaraan.
Bu Vivi terisak-isak mengingat kondisi Bintang yang tidak sesehat dahulu. Bintang merupakan satu-satunya harapan keluarga yang kini entah dimana keberadaannya. Kini, yang hanya dapat ia lakukan adalah berdoa agar keadaan suaminya, pak Andy, semakin membaik dan Bintang segera pulang.

***

Pendaftaran young pianist audition akan segera ditutup dua minggu lagi, namun Sheila belum menetapkan hati untuk mengikuti audisi itu atau tidak. Ia menyusuri trotoar menuju kampusnya untuk bimbingan skripsi yang telah dijadwalkan sebelumnya.
,,Sheila, bab 4 sudah oke! Sekarang kamu fokus ke bab 5 deh. Setelah itu, biar cepet sidang,” ujar wanita berjilbab hijau cerah itu.
,,Serius, Bu? Wuah, Alhamdulillah. Oh ya bu Rita, kira-kira kalau dua minggu lagi, aku daftar sidang, bisa gak yah, bu?,” tanya Sheila dengan mata berbinar.
,,InsyaAllah bisa. Saya sarankan dalam minggu ini, kamu kelarin bab 5. Minggu depan kita bimbingan lagi,”
,,Hmm, Bu Rita, dosen pengujinya kira-kira siapa, Bu?,”
,,Biasanya, dosen penguji yang selalu dipasangkan dengan saya yaaaa.... Pak Taruna,”
,,Oo.. pak Taruna yang ngajar International Bussiness itu, Bu? Wuah, dia kan terkenal jahat di sidang, Bu,”
,,Ah, kamu. Gak juga kok! Dia bisa kayak gitu kalau mahasiswanya gak menguasai apa yang mereka tulis. Wajar dong?,”
,,Iya juga sih, Bu. Hehehe.. Anyway, thanks yah, Bu”
,,Sama-sama, Sheila. Saya tunggu hari senin depan yah,”
,,Siip Bu, InsyaAllah,”
Sheila bergegas meninggalkan ruangan Bu Rita. Ia berjanji pada Bintang untuk mengajar piano sore ini. Ia tidak ingin adik-adik kecewa menunggunya lama.
,,Woi La! Buru-buru amat… hehehe..tumben nongol di kampus,La?,” tanya Amanda tiba-tiba menepuk pundaknya.
,,Eh, iya nih, abis bimbingan. Hee..,” jawab Sheila.
,,Oh bimbingan, dosen pembimbing lo siapa, La?”
,,Bu Rita…,”
,,Weits Bu Rita, IPK lo tinggi dong, La? Tuh, buktinya dapet dosen luar biasa kayak dia, hehe,”
,,Alhamdulillah, tapi gak juga koq. Semua bisa dapetin bimbingan dia,”
,,Hmm, Bu Rita yaa? Berarti kemungkinan besar, lo bakalan diuji sama calonnya tuh! Haha,”
,,Haah?? Calon?? Calon siapa?,”
,,Calon suaminya Bu Rita..”
,,Wah, siapa,Nda?,”
,,Mr. Taruna,”
,,Haaahh??!!,”
,,Lah, lo gimana sih, mahasiswi bimbingannya gak tau!,”
,,Hahh?? Iya, gue gak tau. Hhmm.. Hehehe,”
,,Napa lo nyengir-nyengir?,”
,,Gak kok.. Hehee,”
,,Eh La, abis ini mo langsung pulang? Mampir dulu yuk, nongkong. Jadi Anak Gaul Jakarta,”
,,Gak Nda, gue mo nongkrong juga kok kayak lo,”
,,Nah gitu dong, La. Gak cupu!,”
,,Sayangnya gue gak nongkrong bareng lo, Nda. Hehe,”
,,Lah, bareng siapa dong?”
,,Sendirian laah,, lo mau nemenin gw nongkrong di toilet?? Hahhaa,”
,,Dasar lo, La!”
,,Emang mau kemana sih, Nda?,”
,,Yah, jalan-jalan aja. Gue males pulang ke rumah. Gak ada siapa-siapa selain mba gue,”
,,Hmm, mending ikutan gue,”
,,Emang mau kemana, La? Ke mall mana?,”
,,Deket mall sih iya, tapi bukan mall. Tapi gue sangsi, lo mau ke sana,”
,,Hah? Deket mall tapi bukan mall? Apaan tuh? Aneh,”

Sheila menceritakan semua kegiatan yang ia geluti beberapa bulan terakhir ini. Ia dan teman-teman merencanakan untuk membangun rumah singgah sederhana di kawasan itu dengan tenaga pendidik yang terdiri dari mahasiswa di kampusnya.
,,Hiih,, ogah gw nongkrong di tempat begituan! Apa kata dunia? Ogah!,”
,,Tuh kan, lo gak mau! Yah, terserah lo sih, Nda. Tapi, coba pikir deh, mencerdaskan bangsa itu bagian dari tanggung jawab kita, Nda. Jangan sampai kemiskinan membuat mereka fakir iman dan ilmu pengetahuan,”
,,Gak ngerti ahh !,”
,,Kalo gak ngerti, tanya sama om Google, oke? Assalamualaikum,”
Sheila berlalu tanpa mengubris pendapat Amanda lagi. Baginya, butuh waktu yang sangat lama untuk mengajak teman yang satu ini menuju perbaikan diri. Ia mempercepat langkahnya menuju parkiran kampus, tempat dimana pak Argamaya menunggu untuk mengantarkannya ke rumah bu Annie.

***

,,Sheila, gimana? Sudah daftar audisi itu? Uhuuk,, Uhuuk..,” tanya Bintang sambil terbatuk.
,,Belum, Bin. Btw, kamu sakit, Bin?,” tanya Sheila khawatir.
,,Gak koq, kemarin minum es jadi begini deh. Hehe,” jawabnya.
,,Serius, Bin?,”
,,Iya, Sheila, oh ya, kenapa belum daftar, La? ”
,,Aku lagi fokus skripsi, Bin,”
,,Bener alasannya itu?,”
,,Hmm..”
,,Tuh kan.. aku udah duga, bukan itu alasannya. Sheila, aku yakin kamu bisa. Semangat yah, La,”
Mendengar ucapan Bintang, Sheila tertegun dan merasakan getiran di hatinya. Degupan jantungnya semakin cepat.
,,Bin, aku ke dalam dulu ya,” ujar Sheila kaku.
,,Iya, La,” sahut Bintang tersenyum dengan wajah pucat pasi.

***

Sepulangnya dari rumah Bu Annie, Sheila mulai menyentuh piano yang terletak di sudut kamarnya. Ia memulai permainannya dengan lagu Close to You – Sena. Partitur sederhana baginya, namun kembali permainannya tersendat pada partitur yang memiliki tanda dinamik mf. “Huh, lagi-lagi tanda ini yang gak match sama musikku,” keluhnya kesal. Tersentak ia teringat akan kata-kata Bintang, “Mainkan dengan hatimu, Sheila.” Kembali ia memainkan jemarinya di atas tuts piano. Matanya terpejam dan ia merasakan makna yang terkandung dalam lagu itu. “Mainkan dengan hati, Sheila,” kini ia mengulang kalimat itu dalam hati. Sempurna. “Terima kasih, Bintang,” gumamnya singkat. Wajahnya merah padam mengingat nasihat Bintang waktu lalu.

***

Hari-hari berlalu dengan cepat, seiring berlalunya realisasi program rumah singgah, kelulusan Sheila dalam sidang, dan taubatnya Amanda. Satu hal yang paling menyedihkan, yaitu kepergian Bintang. Setelah proyek rumah singgah yang dilakukan oleh Bintang, Sheila, Nia, dan teman-teman kampus termasuk gadis yang tidak disangka-sangka akan datang membantu, Amanda, itu selesai, tidak ada yang mengetahui kepergian Bintang. Begitu pula dengan orang tua angkat Bintang, Pak Reno dan Bu Shaula. Mereka menceritakan yang sesungguhnya kepada Sheila tentang Bintang. Terlihat jelas kekecewaan di muka Sheila, apalagi saat ia mengetahui penyakit Bintang. Ia tidak menyangka bahwa Bintang secepat ini meninggalkannya. Ia pun sudah memesankan tiket untuk Bintang agar dapat turut hadir di acara audisi young pianist yang akan berlangsung empat hari lagi. Namun, kini sia-sia sudah usahanya. Pria yang selalu mendukungnya kini telah hilang bak ditelan bumi.

Sheila menetapkan hatinya untuk terus ikut dalam audisi itu. Ia ingat janjinya pada Bintang. Setidaknya ia dapat mempersembahkan musiknya untuk sahabatnya itu, meski kesedihan merasuk dalam hatinya. Sheila akan membawakan dua buah lagu dalam audisi itu, satu lagu bebas dan satu lagu yang Lagu yang telah ditentukan oleh panitia pelaksana, yaitu The Humiliation of Drupadi milik Ananda Sukarlan dan Chendra Panatan. Sheila memilih Close to You – Sena untuk dimainkan sebagai lagu bebasnya.

Hari audisi telah tiba. Sheila telah mempersiapkan lagu-lagu yang ia akan mainkan. Pagi, siang, dan malam, ia habiskan waktu dengan pianonya untuk latihan. Ada kekuatan yang timbul dan ia tahu berasal dari kepercayaan dan keteguhan hatinya. Kini ia berani dan ia berjanji untuk menyalurkan makna yang sesungguhnya melekat dari lagu yang akan dibawakannya.

Malam audisi yang berlangsung di Teather Kecil, Taman Ismail Marzuki itu dihadiri oleh empat orang juri, termasuk Ananda Sukarlan. Sheila terpesona dengan permainan piano beberapa peserta yang sempurna. Ia pun tak ingin kalah dan akan ia tunjukkan kemampuannya di hadapan juri dan peserta lainnya. Beberapa adik asuhnya, Bu Annie, Marlyn, dan Nia, ikut menghadiri acara audisi itu untuk memberikan semangat kepada Sheila.

,,Peserta selanjutnya, Sheila Amara Melodi,” panggil MC.

Sheila keluar dari balik tirai panggung, ia berjalan ke samping grand piano dan menundukkan badan untuk menyampaikan salam hormat kepada juri dan penonton. Dengan mengatur posisi badannya agar tegak, ia mulai memainkan jarinya. “Bismillahirrahmanirrahim,” ucapnya dalam hati. Lagu pertama yang ia mainkan adalah lagu wajib dari Ananda Sukarlan. Ia membawakannya dengan lancar sesuai dengan ketukan dari masing-masing not balok dan tanda dinamiknya tanpa mengubah makna yang tersirat dari lagu itu sendiri. Kata-kata Bintang selalu ia ingat dengan baik. Lagu kedua yang ia bawakan, Close to You, akan dipersembahkan untuk Bintang. Ia tahu apa saja yang tertulis di partitur, namun untuk lagu ini, ia melupakan semua aturan yang ada di sana. Sheila memainkannya dengan penuh perasaan dan ia berhasil memainkannya untuk orang lain, bukan hanya untuk dirinya. Para juri dan hadirin di aula itu berdiri dan bertepuk tangan atas permainan piano yang dibawakan Sheila. Sheila kembali memberikan salam penghormatannya.

Latihannya selama berminggu-minggu tidak sia-sia. Ia meraih peringkat kedua dan membawa pulang beasiswa untuk Bachelor Degrees of Music di The Royal College of Music - London. Namun, dua bulan ke depan, ia diwajibkan ikut serta untuk resital piano tunggal dan duet yang akan diadakan di Berlin Philharmonic, Jerman. Rasanya seperti mimpi ketika ia mendengar namanya dipanggil untuk menerima beasiswa atas kemenangannya dalam audisi itu. Ia memanjatkan syukur kepada Sang Khalik atas anugrah yang diberikan kepadanya. Tak lupa, ia juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabatnya dan adik-adiknya. Ia menyampaikan berita gembira itu kepada kedua orang tuanya. Awalnya ayah dan ibunya kaget mendengar keputusan Sheila untuk mengambil beasiswa yang tidak sejalan dengan program S1nya itu. Namun, karena itu adalah impian Sheila dari kecil, akhirnya kedua orang tuanya merestuinya.

,,Bintang, aku bisa! Aku menang! Andai kamu ada di sini, Bin,” gumam Sheila sedih.

***

,,Sheila, inget pesen mama, sampai di Berlin, kamu telpon mama, kabarin mama. Terus jangan banyak ngerepotin tante Kus dan on Galing yah,” pesan mama wanti-wanti.
,,Siip Ma, insyaAllah Sheila kabarin kalau udah sampe sana. Iya Ma, janji, Sheila gak nakal. Hehehe,” jawab Sheila sambil melemparkan tawanya.
Sesampainya di Berlin, Sheila akan tinggal di rumah om dan tantenya. Adik papanya, tante Kus, menempuh pendidikan master bersama suaminya di sana. Mendengar kedatangan Sheila, tante Kus dan om Galing sangat senang dan berencana mengajak Sheila untuk keliling kota Berlin. Tante Kus juga tidak kalah jago main piano disbanding dengan Sheila. Oleh karena itu, Sheila tidak repot-repot untuk membeli piano lagi di sana karena grand piano sudah tersedia di rumah tantenya.

***

,,Wuah... jadi ini toh gerbang Brandenburg! Keren!,” seru Sheila ketika turun dari mobil tantenya.
,,Iya La, hehehe. Lihat ke atasnya deh! Ada Quadriga dengan Viktoria, ” ujar tantenya
,,Wuah, iya tante!,” serunya lagi.
,,Aku ke deket sana sebentar ya, tante!,” lanjut Sheila mendekati gerbang itu.

Sesosok pria bertubuh tinggi, sedikit gemuk, berkulit putih, dan berwajah segar menghampiri Sheila dalam jarak satu meter.

,,Sheila,”

Sheila segera menoleh dan menyadari bahwa ia kenal dengan suara yang memanggilnya.

,,Bintang!” seru Sheila kaget.

,,Aku tahu, kamu akan berhasil,La. Aku tahu, kita akan dipertemukan di suatu tempat. Dan ternyata, Allah mempertemukan kita di kota ini. Gratuliere !,” ucap Bintang.

,,Alhamdulillah, Bintang,,” ujarnya serak menahan air mata.


-The End-


Cerpen Karya :

Lydia Desvita Sari
July 11, 2010

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © Catatan Pianissimo. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block| Blogger Templates
Start My Salary | Designed by Santhosh