Wednesday, July 28, 2010

Hero



Hero

Pahlawan itu seseorang yang membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

Pahlawan itu seseorang yang merahasiakan kebaikan-kebaikan yg ia pernah lakukan kepada orang lain.

Pahlawan itu seseorang yang mendoakan orang-orang di sekitarnya agar mereka mendapatkan yg terbaik dari Allah SWT.

Pahlawan itu gak perlu punya fisik yang gagah/sexy, paras yang tampan/cantik, otak yang luar biasa cerdasnya, dan kekayaan yang melimpah ruah. Namun, yang ia miliki itu adalah kekayaan hati.

Pahlawan itu seseorang yang rela berkorban untuk orang lain meski ia tau, ia yang akan menderita demi kebahagiaan orang itu. Seorang teman pernah berkata, “Kalau bisa memilih, keran air atau lilin, aku memilih menjadi lilin. Keran air, memberikan aliran air yg deras kepada lingkungan sekitarnya, memakmurkan yg layu & gersang, menjadikan kesuburan dan keindahan di sekitarnya, tanpa mengurangi manfaat dari si keran itu sendiri. Ia akan tetap kokoh dan slalu memberikan kemakmuran untuk lingkungan di sekelilingnya. Berbeda dengan lilin, ia menerangi ruang yg gelap, menerangi jiwa yg tidak tenang karena hampa, dan menuntun untuk kembali ke tempat yang seharusnya dituju. Meskipun pada akhirnya, ia yg akan tersakiti.” Waaaww.. !!

Pahlawan itu seseorang yang gak banyak ngomong alias omdo (omong doang), gak bertele-tele, tapi dia taking action and risk.

Pahlawan itu seseorang yg berjiwa besar memaafkan kedzoliman orang lain terhadap dirinya dan keluarganya.

Pahlawan itu seseorang yg rendah hati dengan keberhasilan yg ia capai.

Pahlawan itu seseorang yg gak cepet memberikan janji dan menggunakan kata “pasti”, namun ia selalu memakai kata, “InsyaAllah” dalam janjinya kepada sesama muslim :-)

Pahlawan itu seseorang yang masih saja tersenyum di tengah penderitaannya.

Pahlawan itu seseorang yang menjaga kesucian cintanya dan hanya memberikannya untuk seseorang yang menjadi pilihan Allah SWT nantinya, karena ia paham bahwa cinta hanya datang dari Allah SWT, dan hanya Allah SWT yang Mahatahu siapa jodoh dan kapan waktu yang tepat untuknya. Sehingga ia tidak mau rugi memberikan segenap cinta kepada seseorang yang belum pasti menjadi jodohnya.

Pahlawan itu seseorang yg melakukan semua karena Allah SWT semata.

Pahlawan itu seseorang yang tidak berharap untuk dikenang.

Dan pahlawan itu tidak berlebihan, ia sederhana…

Percaya gak percaya, saya menemukan sosok pahlawan pada diri seseorang. Seseorang yg saya sangat sayangi, yaitu Almarhum eyang saya, Edi Afandi. Beliau luar biasa sabar dan saya sebagai cucu bangga punya eyang sebaiiiiikkkkkkkkkk beliau. Subhanallah…
Kemudian, mereka yg saya anggap pahlawan dalam hidup saya yaitu Papa dan Mama saya.. hehehe,, Ana uhibbukum fillah, Ummi, Abbi :-)

Dan Pahlawan sepanjang masa, Rasulullah SAW, beliau akan selalu hidup di hati kita, kawan-kawan seiman… :-) Semoga kita selalu senantiasa mencintai Beliau dengan menjadikan beliau sebagai sosok tauladan kita dalam perjalanan hidup yang singkat ini. Amiin.

Okey,, ada tambahan kriteria pahlawan dari kalian?

Saturday, July 24, 2010

Michael Buble-Haven't met you yet (LIVE)




You'll come out of nowhere and into my life..
I just haven't met you yet :D

Michael Bublé - Haven't Met You Yet [OFFICIAL VIDEO] Piano Cover Acousti...




Nice :D

Saturday, July 17, 2010

Breakaway - Kelly Clarkson

"Breakaway"

Grew up in a small town
And when the rain would fall down
I'd just stare out my window
Dreaming of what could be
And if I'd end up happy
I would pray (I would pray)

Trying hard to reach out
But when I tried to speak out
Felt like no one could hear me
Wanted to belong here
But something felt so wrong here
So I prayed I could break away

[Chorus:]
I'll spread my wings and I'll learn how to fly
I'll do what it takes til' I touch the sky
And I'll make a wish
Take a chance
Make a change
And breakaway
Out of the darkness and into the sun
But I won't forget all the ones that I love
I'll take a risk
Take a chance
Make a change
And breakaway

Wanna feel the warm breeze
Sleep under a palm tree
Feel the rush of the ocean
Get onboard a fast train
Travel on a jet plane, far away (I will)
And breakaway

[Chorus]

Buildings with a hundred floors
Swinging around revolving doors
Maybe I don't know where they'll take me but
Gotta keep moving on, moving on
Fly away, breakaway

I'll spread my wings
And I'll learn how to fly
Though it's not easy to tell you goodbye
I gotta take a risk
Take a chance
Make a change
And breakaway
Out of the darkness and into the sun
But I won't forget the place I come from
I gotta take a risk
Take a chance
Make a change
And breakaway, breakaway, breakaway

Saturday, July 10, 2010

Mezzoforte (Part VII)

a Pianissimo's


***

,,Pak, teman Bintang mau berkunjung ke rumah. Bintang harap, bapak bisa simpan rahasia kita yah,Pak. Tolong..” ujar Bintang kepada Pak Reno.
,,Nak Bintang, bapaknya bukannya gak mau menyimpan rahasia ini. Cuma apabila terus-terusan begini, gak baik,Nak. Kasian orang tua nak Bintang, pasti mereka cemas dengan keadaan nak Bintang,” tutur Pak Reno yang beberapa bulan ini menjadi orang tua angkat Bintang.
,,Iya,nak, benar, kami takut kalau terjadi apa-apa dengan kesehatan nak Bintang. Kami tidak punya cukup biaya kalau-kalau nak Bintang harus dirawat ke Rumah Sakit,” ungkap Bu Shaula, istri Pak Reno.
,,Tenang aja Bu, Bintang janji gak akan terlalu sering pulang malam, untuk saat ini, Bintang belum mau pulang ke rumah, Bintang belum bisa ninggalin semuanya, Bu. Tolong Bintang, Bu” ucap Bintang sedih.

Bu Shaula merangkul Bintang, ia sudah menganggap Bintang sebagai anaknya sendiri. Kehidupan Bintang kini telah jauh dari kekhawatiran orang tuanya yang berlebihan dengan keadaannya. Ia menderita penyakit paru-paru basah. Dokter telah memberikannya dua pilihan yaitu istirahat di rumah dengan perawatan intensif atau rawat inap di Rumah Sakit. Namun, Bintang merasa dirinya cukup kuat untuk tetap menjalani rutinitasnya.

Bintang telah lama mengenal keluarga pak Reno. Ia sering berkunjung ke rumah pak Reno dan bu Shaula untuk membeli buku-buku sastra bekas. Sejak kelahiran gadis kecilnya, Lydia, mereka membuka usaha buku dan majalah bekas. Mereka berpikir bahwa jika hanya berjualan kue-kue basah tidak akan cukup untuk membeli keperluan sehari-hari gadis kecilnya itu. Oleh karena itu, dengan modal secukupnya, mereka mulai membuat toko buku dan majalah bekas.

***

,,Assalamualaikum, mama ya?,” tanya Bintang mendekatkan ponsel ke telinganya.
,,Bintang! Nak, kamu dimana sekarang? Mama sudah cari kamu kemana-mana. Katakan, sekarang dimana, sayang?,” tanya bu Vivi bertubi-tubi.
,,Tenang Ma, Bintang Alhamdulillah baik-baik saja. Mama gak usah khawatir. InsyaAllah Bintang tinggal di tempat yang baik, Ma” jelas Bintang pelan.
,,Tapi Nak, papa sudah sakit-sakitan. Kadang-kadang suka sesak nafas dan jantungnya kumat gara-gara mikirin kamu. Tolong Nak, mama mohon. Pulanglah,”
,,Masyaallah, terus sekarang keadaan papa gimana, Ma? Belum bisa sekarang,Ma. Bintang masih ada urusan,”
,,Urusan apalagi, nak? Bintang, ingat, kondisi tubuhmu tidak seperti dulu. Jangan bikin mama khawatir, Nak!,” ujar Mama semakin resah.
,,Iya,Ma. Bintang janji, setelah urusan ini selesai, Bintang pulang ke rumah untuk..,”
,,Untuk mama bawa ke rumah sakit di Jerman”
,,Iya,Ma. Insyaallah,” jawab Bintang kemudian menutup pembicaraan.
Bu Vivi terisak-isak mengingat kondisi Bintang yang tidak sesehat dahulu. Bintang merupakan satu-satunya harapan keluarga yang kini entah dimana keberadaannya. Kini, yang hanya dapat ia lakukan adalah berdoa agar keadaan suaminya, pak Andy, semakin membaik dan Bintang segera pulang.

***

Pendaftaran young pianist audition akan segera ditutup dua minggu lagi, namun Sheila belum menetapkan hati untuk mengikuti audisi itu atau tidak. Ia menyusuri trotoar menuju kampusnya untuk bimbingan skripsi yang telah dijadwalkan sebelumnya.
,,Sheila, bab 4 sudah oke! Sekarang kamu fokus ke bab 5 deh. Setelah itu, biar cepet sidang,” ujar wanita berjilbab hijau cerah itu.
,,Serius, Bu? Wuah, Alhamdulillah. Oh ya bu Rita, kira-kira kalau dua minggu lagi, aku daftar sidang, bisa gak yah, bu?,” tanya Sheila dengan mata berbinar.
,,InsyaAllah bisa. Saya sarankan dalam minggu ini, kamu kelarin bab 5. Minggu depan kita bimbingan lagi,”
,,Hmm, Bu Rita, dosen pengujinya kira-kira siapa, Bu?,”
,,Biasanya, dosen penguji yang selalu dipasangkan dengan saya yaaaa.... Pak Taruna,”
,,Oo.. pak Taruna yang ngajar International Bussiness itu, Bu? Wuah, dia kan terkenal jahat di sidang, Bu,”
,,Ah, kamu. Gak juga kok! Dia bisa kayak gitu kalau mahasiswanya gak menguasai apa yang mereka tulis. Wajar dong?,”
,,Iya juga sih, Bu. Hehehe.. Anyway, thanks yah, Bu”
,,Sama-sama, Sheila. Saya tunggu hari senin depan yah,”
,,Siip Bu, InsyaAllah,”
Sheila bergegas meninggalkan ruangan Bu Rita. Ia berjanji pada Bintang untuk mengajar piano sore ini. Ia tidak ingin adik-adik kecewa menunggunya lama.
,,Woi La! Buru-buru amat… hehehe..tumben nongol di kampus,La?,” tanya Amanda tiba-tiba menepuk pundaknya.
,,Eh, iya nih, abis bimbingan. Hee..,” jawab Sheila.
,,Oh bimbingan, dosen pembimbing lo siapa, La?”
,,Bu Rita…,”
,,Weits Bu Rita, IPK lo tinggi dong, La? Tuh, buktinya dapet dosen luar biasa kayak dia, hehe,”
,,Alhamdulillah, tapi gak juga koq. Semua bisa dapetin bimbingan dia,”
,,Hmm, Bu Rita yaa? Berarti kemungkinan besar, lo bakalan diuji sama calonnya tuh! Haha,”
,,Haah?? Calon?? Calon siapa?,”
,,Calon suaminya Bu Rita..”
,,Wah, siapa,Nda?,”
,,Mr. Taruna,”
,,Haaahh??!!,”
,,Lah, lo gimana sih, mahasiswi bimbingannya gak tau!,”
,,Hahh?? Iya, gue gak tau. Hhmm.. Hehehe,”
,,Napa lo nyengir-nyengir?,”
,,Gak kok.. Hehee,”
,,Eh La, abis ini mo langsung pulang? Mampir dulu yuk, nongkong. Jadi Anak Gaul Jakarta,”
,,Gak Nda, gue mo nongkrong juga kok kayak lo,”
,,Nah gitu dong, La. Gak cupu!,”
,,Sayangnya gue gak nongkrong bareng lo, Nda. Hehe,”
,,Lah, bareng siapa dong?”
,,Sendirian laah,, lo mau nemenin gw nongkrong di toilet?? Hahhaa,”
,,Dasar lo, La!”
,,Emang mau kemana sih, Nda?,”
,,Yah, jalan-jalan aja. Gue males pulang ke rumah. Gak ada siapa-siapa selain mba gue,”
,,Hmm, mending ikutan gue,”
,,Emang mau kemana, La? Ke mall mana?,”
,,Deket mall sih iya, tapi bukan mall. Tapi gue sangsi, lo mau ke sana,”
,,Hah? Deket mall tapi bukan mall? Apaan tuh? Aneh,”

Sheila menceritakan semua kegiatan yang ia geluti beberapa bulan terakhir ini. Ia dan teman-teman merencanakan untuk membangun rumah singgah sederhana di kawasan itu dengan tenaga pendidik yang terdiri dari mahasiswa di kampusnya.
,,Hiih,, ogah gw nongkrong di tempat begituan! Apa kata dunia? Ogah!,”
,,Tuh kan, lo gak mau! Yah, terserah lo sih, Nda. Tapi, coba pikir deh, mencerdaskan bangsa itu bagian dari tanggung jawab kita, Nda. Jangan sampai kemiskinan membuat mereka fakir iman dan ilmu pengetahuan,”
,,Gak ngerti ahh !,”
,,Kalo gak ngerti, tanya sama om Google, oke? Assalamualaikum,”
Sheila berlalu tanpa mengubris pendapat Amanda lagi. Baginya, butuh waktu yang sangat lama untuk mengajak teman yang satu ini menuju perbaikan diri. Ia mempercepat langkahnya menuju parkiran kampus, tempat dimana pak Argamaya menunggu untuk mengantarkannya ke rumah bu Annie.

***

,,Sheila, gimana? Sudah daftar audisi itu? Uhuuk,, Uhuuk..,” tanya Bintang sambil terbatuk.
,,Belum, Bin. Btw, kamu sakit, Bin?,” tanya Sheila khawatir.
,,Gak koq, kemarin minum es jadi begini deh. Hehe,” jawabnya.
,,Serius, Bin?,”
,,Iya, Sheila, oh ya, kenapa belum daftar, La? ”
,,Aku lagi fokus skripsi, Bin,”
,,Bener alasannya itu?,”
,,Hmm..”
,,Tuh kan.. aku udah duga, bukan itu alasannya. Sheila, aku yakin kamu bisa. Semangat yah, La,”
Mendengar ucapan Bintang, Sheila tertegun dan merasakan getiran di hatinya. Degupan jantungnya semakin cepat.
,,Bin, aku ke dalam dulu ya,” ujar Sheila kaku.
,,Iya, La,” sahut Bintang tersenyum dengan wajah pucat pasi.

***

Sepulangnya dari rumah Bu Annie, Sheila mulai menyentuh piano yang terletak di sudut kamarnya. Ia memulai permainannya dengan lagu Close to You – Sena. Partitur sederhana baginya, namun kembali permainannya tersendat pada partitur yang memiliki tanda dinamik mf. “Huh, lagi-lagi tanda ini yang gak match sama musikku,” keluhnya kesal. Tersentak ia teringat akan kata-kata Bintang, “Mainkan dengan hatimu, Sheila.” Kembali ia memainkan jemarinya di atas tuts piano. Matanya terpejam dan ia merasakan makna yang terkandung dalam lagu itu. “Mainkan dengan hati, Sheila,” kini ia mengulang kalimat itu dalam hati. Sempurna. “Terima kasih, Bintang,” gumamnya singkat. Wajahnya merah padam mengingat nasihat Bintang waktu lalu.

***

Hari-hari berlalu dengan cepat, seiring berlalunya realisasi program rumah singgah, kelulusan Sheila dalam sidang, dan taubatnya Amanda. Satu hal yang paling menyedihkan, yaitu kepergian Bintang. Setelah proyek rumah singgah yang dilakukan oleh Bintang, Sheila, Nia, dan teman-teman kampus termasuk gadis yang tidak disangka-sangka akan datang membantu, Amanda, itu selesai, tidak ada yang mengetahui kepergian Bintang. Begitu pula dengan orang tua angkat Bintang, Pak Reno dan Bu Shaula. Mereka menceritakan yang sesungguhnya kepada Sheila tentang Bintang. Terlihat jelas kekecewaan di muka Sheila, apalagi saat ia mengetahui penyakit Bintang. Ia tidak menyangka bahwa Bintang secepat ini meninggalkannya. Ia pun sudah memesankan tiket untuk Bintang agar dapat turut hadir di acara audisi young pianist yang akan berlangsung empat hari lagi. Namun, kini sia-sia sudah usahanya. Pria yang selalu mendukungnya kini telah hilang bak ditelan bumi.

Sheila menetapkan hatinya untuk terus ikut dalam audisi itu. Ia ingat janjinya pada Bintang. Setidaknya ia dapat mempersembahkan musiknya untuk sahabatnya itu, meski kesedihan merasuk dalam hatinya. Sheila akan membawakan dua buah lagu dalam audisi itu, satu lagu bebas dan satu lagu yang Lagu yang telah ditentukan oleh panitia pelaksana, yaitu The Humiliation of Drupadi milik Ananda Sukarlan dan Chendra Panatan. Sheila memilih Close to You – Sena untuk dimainkan sebagai lagu bebasnya.

Hari audisi telah tiba. Sheila telah mempersiapkan lagu-lagu yang ia akan mainkan. Pagi, siang, dan malam, ia habiskan waktu dengan pianonya untuk latihan. Ada kekuatan yang timbul dan ia tahu berasal dari kepercayaan dan keteguhan hatinya. Kini ia berani dan ia berjanji untuk menyalurkan makna yang sesungguhnya melekat dari lagu yang akan dibawakannya.

Malam audisi yang berlangsung di Teather Kecil, Taman Ismail Marzuki itu dihadiri oleh empat orang juri, termasuk Ananda Sukarlan. Sheila terpesona dengan permainan piano beberapa peserta yang sempurna. Ia pun tak ingin kalah dan akan ia tunjukkan kemampuannya di hadapan juri dan peserta lainnya. Beberapa adik asuhnya, Bu Annie, Marlyn, dan Nia, ikut menghadiri acara audisi itu untuk memberikan semangat kepada Sheila.

,,Peserta selanjutnya, Sheila Amara Melodi,” panggil MC.

Sheila keluar dari balik tirai panggung, ia berjalan ke samping grand piano dan menundukkan badan untuk menyampaikan salam hormat kepada juri dan penonton. Dengan mengatur posisi badannya agar tegak, ia mulai memainkan jarinya. “Bismillahirrahmanirrahim,” ucapnya dalam hati. Lagu pertama yang ia mainkan adalah lagu wajib dari Ananda Sukarlan. Ia membawakannya dengan lancar sesuai dengan ketukan dari masing-masing not balok dan tanda dinamiknya tanpa mengubah makna yang tersirat dari lagu itu sendiri. Kata-kata Bintang selalu ia ingat dengan baik. Lagu kedua yang ia bawakan, Close to You, akan dipersembahkan untuk Bintang. Ia tahu apa saja yang tertulis di partitur, namun untuk lagu ini, ia melupakan semua aturan yang ada di sana. Sheila memainkannya dengan penuh perasaan dan ia berhasil memainkannya untuk orang lain, bukan hanya untuk dirinya. Para juri dan hadirin di aula itu berdiri dan bertepuk tangan atas permainan piano yang dibawakan Sheila. Sheila kembali memberikan salam penghormatannya.

Latihannya selama berminggu-minggu tidak sia-sia. Ia meraih peringkat kedua dan membawa pulang beasiswa untuk Bachelor Degrees of Music di The Royal College of Music - London. Namun, dua bulan ke depan, ia diwajibkan ikut serta untuk resital piano tunggal dan duet yang akan diadakan di Berlin Philharmonic, Jerman. Rasanya seperti mimpi ketika ia mendengar namanya dipanggil untuk menerima beasiswa atas kemenangannya dalam audisi itu. Ia memanjatkan syukur kepada Sang Khalik atas anugrah yang diberikan kepadanya. Tak lupa, ia juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabatnya dan adik-adiknya. Ia menyampaikan berita gembira itu kepada kedua orang tuanya. Awalnya ayah dan ibunya kaget mendengar keputusan Sheila untuk mengambil beasiswa yang tidak sejalan dengan program S1nya itu. Namun, karena itu adalah impian Sheila dari kecil, akhirnya kedua orang tuanya merestuinya.

,,Bintang, aku bisa! Aku menang! Andai kamu ada di sini, Bin,” gumam Sheila sedih.

***

,,Sheila, inget pesen mama, sampai di Berlin, kamu telpon mama, kabarin mama. Terus jangan banyak ngerepotin tante Kus dan on Galing yah,” pesan mama wanti-wanti.
,,Siip Ma, insyaAllah Sheila kabarin kalau udah sampe sana. Iya Ma, janji, Sheila gak nakal. Hehehe,” jawab Sheila sambil melemparkan tawanya.
Sesampainya di Berlin, Sheila akan tinggal di rumah om dan tantenya. Adik papanya, tante Kus, menempuh pendidikan master bersama suaminya di sana. Mendengar kedatangan Sheila, tante Kus dan om Galing sangat senang dan berencana mengajak Sheila untuk keliling kota Berlin. Tante Kus juga tidak kalah jago main piano disbanding dengan Sheila. Oleh karena itu, Sheila tidak repot-repot untuk membeli piano lagi di sana karena grand piano sudah tersedia di rumah tantenya.

***

,,Wuah... jadi ini toh gerbang Brandenburg! Keren!,” seru Sheila ketika turun dari mobil tantenya.
,,Iya La, hehehe. Lihat ke atasnya deh! Ada Quadriga dengan Viktoria, ” ujar tantenya
,,Wuah, iya tante!,” serunya lagi.
,,Aku ke deket sana sebentar ya, tante!,” lanjut Sheila mendekati gerbang itu.

Sesosok pria bertubuh tinggi, sedikit gemuk, berkulit putih, dan berwajah segar menghampiri Sheila dalam jarak satu meter.

,,Sheila,”

Sheila segera menoleh dan menyadari bahwa ia kenal dengan suara yang memanggilnya.

,,Bintang!” seru Sheila kaget.

,,Aku tahu, kamu akan berhasil,La. Aku tahu, kita akan dipertemukan di suatu tempat. Dan ternyata, Allah mempertemukan kita di kota ini. Gratuliere !,” ucap Bintang.

,,Alhamdulillah, Bintang,,” ujarnya serak menahan air mata.


-The End-


Cerpen Karya :

Lydia Desvita Sari
July 11, 2010

Mezzoforte (Part VI)

a Pianissimo's

***

,,Sheila...” sapa Bintang ketika Sheila hendak berjalan pulang.
,,Bintang..”sahut Sheila sedikit kaget.
,,Gak dijemput, La?”
,,Gak nih,Bin. Aku naik Transjakarta aja. Hehe”
,,Naik yang ke arah Blok M ya?”
,,Iya. Kamu juga, Bin?”
,,Iya, bareng aja ya !”
,,Ok”

Mereka berlalu ke arah terminal Busway Grogol. Sepanjang perjalanan, tak satupun kata yang keluar dari bibir mereka. Alunan musik berasal dari Saksofon yang dimainkan seorang musisi jalan mencairkan suasana yang sedikit dingin. Ia memainkan lagu A Whole New World yang menjadi soundtrack film Disney Aladin. Salah satu lagu yang Sheila sering mainkan dengan piano kesayangannya.
,,La, kamu jago main piano ya?” tanya Bintang mengawali pembicaraan di dalam Transjakarta.
,,Ah gak koq Bin, Nia tuh yang berlebihan” jawab Sheila malu.
,,Udah lah La, ngaku aja! Lagian bagus dong kalau kamu jago. Kan bisa ngajar anak-anak”
,,Hehe,, aku gak jago-jago amat kok, Bin.”
,,Kita coba besok yah, La. Aku mau liat kamu main piano”
,,Duh Bin, gimana ya?”
,,Kenapa La?”
,,Gak” jawab Sheila singkat dan masih menyisakan keraguan untuk memainkan piano di depan pria ini.

***

Adik-adik telah berkumpul untuk berangkat bersama ke rumah bu Dewi. Hanya di sana terdapat alat-alat musik yang lengkap dan masih bisa digunakan. Bintang dan Sheila yang dapat meluangkan waktunya di hari itu. Nia berhalangan hadir karena sibuk mempersiapkan pengajian mingguan yang dilakukan organisasi Islam kampus.
Bu Dewi menyambut kedatangan mereka dengan hangat dan segera mempersilahkan mereka untuk memakai alat-alat musik apapun yang mereka suka. Adik-adik meminta Sheila memainkan sebuah lagu, Dita memintanya untuk memainkan lagu When You Wish Upon a Star. Karena permintaan adik kecilnya itu, Sheila tidak tega untuk menolak dan ia pun memainkan dengan baik. Dita terlihat senang mendengar alunan lagu itu dan ia pun ikut menyanyikannya.

,,Sheila, permainan pianomu bagus ,” puji Bintang dengan senyumannya.
,,Terima kasih, Bin,” kata Sheila senang.
,,Hmm,, aku dengar dari Nia, kamu mau ikutan audisi ya?”
,,Belum tau, Bin. Aku masih ragu”
,,Lho, kenapa masih ragu, La?”
,,Bin, aku masih gak bisa main kalau di depan orang banyak. Aku takut salah, Bin”
,,Hmm, gini yah La, aku boleh kasih masukan?”
Sheila mengangguk.
,,La, kamu udah lama kenal adik-adik kita kan?”
,,Iya,Bin. Aku sudah cukup baik mengenal mereka”
,,Aku yakin, kamu pasti sudah mengenal semangat mereka. Mereka tidak memiliki nasib sebaik kamu, La. Untuk makan, mereka harus berjuang mendapatkan uang dulu lewat ngamen. Dan kamu tau kan, ngamen itu kayak gimana? Main musik di depan orang banyak, yang terkadang ada yang menaruh rasa iba dan ada juga yang memandang sinis kepada mereka. Tapi mereka tetap percaya Allah SWT pasti menolong mereka di saat mereka merasa lapar. Makanya, kita harus mensyukuri karunia yang telah diberikan-Nya untuk kita dan karunia itu salah satunya ada dalam bakatmu,La.” tutur Bintang pelan sambil menahan batuknya.
,,Iya Bin, aku tau.”
,,Aku tahu, kamu selalu mengeluhkan si tanda mf (Mezzoforte) itu. Heehee. Tapi,,, saranku, mainkan dengan hatimu, Sheila. Seperti kamu menyayangi mereka tanpa melihat adanya suatu balasan, tanpa kamu melihat keuntungannya bagimu. Kamu ikutan aja yah,La. Kesempatan itu sudah ada di depanmu. Kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya. Selagi masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT, apa salahnya dicoba? Aku yakin, musikmu bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang mendengarnya. Aku yakin kamu bisa, La. Percaya deh.” lanjut Bintang sambil tersenyum dan sedikit terbatuk.

***

Sheila termenung, lamunannya tertuju pada nasihat dari pria muda itu. Ia tidak dapat melupakan setiap kata yang terucap dari Bintang. Sungguh, baru sekali ini ia merasakan kekaguman yang berbeda terhadap seorang pria.
,,Sheila sayang !” seru perempuan paruh baya itu membuyarkan lamunannya.
,,Mama !” sahut Sheila.
,,Lagi apa,nak? Kemarin pulang malam lagi ya?”
,,Iya,ma”
,,Memangnya masih sibuk organisasi,La?”
,,Gak,ma. Sheila ikut kegiatan baru,Ma. Ada tempat yang harus Sheila sering datengin nih,Ma”
,,Apa itu, nak?”
,,Ada perkumuhan di dekat kampus, teman-teman dan Sheila punya proyek rumah singgah buat adik-adik di sana, Ma”
,,Hah? Apaan itu? Rumah Singgah? Aduh Sheila, sudahlah belajar saja yang fokus! Kamu mau nilaimu anjlok, lagia n kan lagi skripsi!”
,,Ma, percaya deh, Sheila insyaAllah bisa bagi waktu buat skripsi Sheila. Mama gak usah khawatir. InsyaAllah apa yang Sheila jalanin diridhoi Allah SWT dan membawa berkah buat kita”
,,Tapi Sheila, kamu nanti terbiasa sama lingkungan kumuh, gak baik untuk kesehatan kamu! Aduh nih anak susah amat dibilangin!”
,,Astagfirullah mama, Sheila gak nyangka mama segitu angkuhnya! Inget ma, semua milik-Nya. Kita semua sama di hadapan-Nya, yang membedakan hanya tingkat ketaqwaan kita!”

Sheila kesal atas kesombongan ibunya itu, suasana di kamarnya tidak sehangat dahulu ketika ibunya belum berkecimpung ke dalam bisnis keluarga besar Wargadisastra. Ibunya terdiam mendengar penuturan Sheila.

,,Nyonya Gita, ada telpon dari Tuan Aryo,” suara Bi Ulfah memecahkan keheningan dari depan pintu.
Mama segera beranjak dari kasur Sheila dan menuju ke ruang keluarga.
,,Neng Sheila, bibi udah masakin air hangat untuk mandi. Ayo atuh, sok mandi, biar wangi” ujar Bi Ulfah.
,,Iya Bi, bentar lagi”
,,Lho,, emang gak bimbingan skripsi, Neng?”
,,Gak Bi, hari ini Sheila mau jalan sebentar sama temen”
,,Oh gitu, ya udah Neng, pesen bibi mah, jangan ninggalin skripsi Neng Sheila, yaaah, bibi tau, Neng lagi sibuk sama urusan di luar, kan bibi mau liat Neng cepet jadi sarjana. Hehhe”
,,Oke boss, sipp,, tenang aja! Hehehe”

Bi Ulfah, seseorang yang Sheila sudah anggap sebagai ibunya. Baginya, kini seorang wanita yang jauh lebih perhatian daripada ibu kandungnya adalah Bi Ulfah. Ia selalu mendengarkan cerita-cerita Sheila dan memberikan nasihat yang membuat Sheila semakin sayang padanya. Tahun ini, Bi Ulfah akan ikut suaminya ke Rusia karena suaminya akan bekerja di sana. Sheila sedih karena beberapa bulan lagi salah satu harta berharga di rumahnya akan pergi.

***

(to be continued)

Mezzoforte (Part V)

a Pianissimo's

Sepulang les, Sheila mendapat telepon dari Marlyn. Ia meminta maaf karena tidak menjawab panggilannya tadi pagi dan menjelaskan bahwa telepon genggamnya tertinggal saat ia menemani ibunya ke pasar. Kemudian ia mengajak Sheila untuk datang ke festival seni dan budaya Indonesia yang berlokasi di Senayan. Mendengar kata-kata seni, Sheila sangat tertarik. Tanpa ragu, ia langsung menelepon pak Argamaya untuk menjemputnya dan mengantarnya ke rumah Marlyn di kawasan Menteng. Marlyn meminta Sheila agar menjemputnya karena supir keluarganya izin mudik untuk beberapa minggu.
Hiruk pikuk kota Jakarta kali ini demeriahkan oleh Festival Seni Budaya Indonesia yang diselenggarakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Berbagai acara seni dimeriahkan oleh beberapa sekolah dan universitas. Bukan hanya sekolah dan universitas yang berlokasi di Jakarta, namun mereka yang berasal dari luar Jakarta pun ikut berpartisipasi. Acara ini diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya. Malam itu dimeriahkan juga oleh penampilan pianis pop muda asal Sumatera Utara, Tuntun Asi Tambunan. Universitas Binasakti ikut memeriahkan suasana malam itu dengan mengahadirkan paduan suaranya, Trismavoca, diiringi oleh alunan piano dari jemari sang pianis muda itu.

,,Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan”


Melodi lagu kebangsaan ciptaan Ibu Sud ini mulai mengantarkan malam yang hiruk pikuk menjadi suasana yang penuh khidmat. Sheila dan Marlyn ikut hanyut terbawa suasana yang penuh rasa syukur yang tiada terbatas kepada Maha Pencipta atas segala apa yang mereka rasakan di masa muda. Hidup yang penuh kasih sayang keluarga, teman, dan yang terpenting lagi, rasa syukur karena dilahirkan di negara yang menjunjung tinggi nilai keagamaan.

“Kak Tuntun!!,” panggil Marlyn ke arah perempuan itu.
Sheila terbelalak kaget, “Lyn, kamu ngapain?,”
Marlyn hanya tersenyum melihat wajah heran temannya itu.
“Hai, Marlyn! Lama tak jumpa!,” sahut Tuntun, pianis muda berbakat itu.
“Iya, ya? Wah,, tambah oke aja aksi panggungnya! Apa kabar beasiswa musiknya?”
“Puji Tuhan, beasiswanya sudah kelar. Kamu sendiri gimana kuliahnya, Lyn?”
“Wah, Alhamdulillah kalau begitu. Aku sebentar lagi skripsi,kak. Oh ya, kenalkan ini temanku, Sheila,”
“Hai Sheila,” sapa Tuntun.
“Sheila,” sahut Sheila menjabat tangan pianis terkenal itu dengan perasaan yang masih tidak percaya.
“Sheila ini jago main piano juga,kak! cuma...” ujar Marlyn.
“Cuma apa? Ada apa, Sheila?,” tanya Tuntun penasaran.
“Cuma dia jarang manggung,” jawab Marlyn.
“Hmmm,, dulu aku juga jarang manggung Sheila, karena malu-lah, gak PD-lah, takut salah mainin chord-nya, tapi lama-lama aku mikir, kalau gak dicoba, gimana aku bisa tau kemampuanku. Jadi aku mulai cari kerja part time di wedding organizer sebagai pianis. Hehe. Udahlah, coba aja! Sayang sekali kalau kamu jago main piano, tapi gak dimanfaaatkan!,” jelas perempuan itu seolah mengerti masalah yang Sheila hadapi.
“Iya kak, insyaAllah aku coba pelan-pelan,” ujar Sheila masih setengah hati.
“Sipp! Oh ya, Marlyn, Sheila, aku duluan ya! Udah ditunggu suami niy, soalnya mau pergi ke rumah mertua. Sukses untuk kalian berdua yah! Hehe,”
“Sukses juga ya,kak! Terima kasih!,” seru mereka berdua.
Sesuai dugaan Marlyn, Sheila masih penasaran dan memintanya bercerita bagaimana ia bisa berkenalan dengan Tuntun.Ia menjelaskan bahwa ayahnya sahabat karib ayah Tuntun sejak SMP. Marlyn meminta maaf karena selalu lupa bercerita tentang pianis itu kepada Sheila.

Pada kesempatan itu, Sheila bercerita tentang bu Annie dan anak-anak jalanan di kawasan Grogol itu. Marlyn terharu mendengar keadaan mereka.
“Tuh La, mereka aja gak malu main musik di tengah orang banyak! Idiih, kalah sama anak kecil!,” protes Marlyn tiada henti.
Sheila terdiam sejenak dan berkata, “Iya juga sih Lyn. Udah deh, bantu doa aja, jangan protes mulu! Huuh!”

Marlyn berlalu menuju arah festival masakan Indonesia yang terletak persis di samping lapangan parkir timur Senayan. Berbagai masakan khas Indonesia tersedia di sana. Acara tersebut juga dihadiri oleh turis mancanegara. Mereka terlihat antusias menghadiri acara kebudayaan ini. Sayangnya, acara ini jarang mendapatkan perhatian dari remaja-remaja Indonesia, kecuali mereka yang mengikuti lomba dan para supporter-nya.

Suara adzan Isya berkumandang, Sheila mengajak Marlyn untuk menunaikan panggilan-Nya. Mereka menuju masjid Al-Bina yang terletak di depan hotel Atlet Senayan. Di sana terlihat banyak ibu-ibu dan bapak-bapak yang mengikuti pengajian bulanan masjid Al-Bina. Lantunan ayat Al-Qur’an terdengar merdu dilantunkan oleh seorang qori,

‘Uqtarabalinnasi hisaabuhum wahum fii qhoflatimmu’ridhuun’

(Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya))
Al-anbiya;1


‘Betapa merdu suaranya, Subhanallah,’ bisik Sheila dalam hati.
Melihat pengajian itu, Sheila teringat akan janjinya untuk datang ke acara pengajian di kampusnya. Ia lupa menghubungi Nia yang kemarin sempat mengajaknya. ‘Astagfirullahaladzim, aku lupa!,’ gumam Sheila.

***

Sesuai dengan rencana, Sheila dan Nia kembali ke gubuk kecil di tengah kota itu. Sheila meminta maaf kepada Nia atas ketidakhadirannya dalam acara pengajian di kampus. Nia pun memaklumi dan ia pun meminta maaf karena tidak mengingatkan Sheila. Hari ini tidak seperti pertama kali saat mereka menginjakkan kaki di pemukiman itu. Cuaca kali ini cerah, secerah wajah mereka untuk menemui kawan-kawan kecil di sana. Aroma pisang goreng tercium saat mereka mengucapkan salam dan memasuki istana kecil itu.

,,Eh,nak Sheila, Nia, ayo masuk! Maaf ya, ibu lagi buat gorengan di dapur. Biasa, buat dagangan di pasar nanti sore. Hehe” jelas bu Annie mengawali pembicaraaan.
,,Gapapa bu, kami yang minta maaf, jadi sering main ke sini” ungkap Nia. Sheila tersenyum melihat wajah bu Annie yang sedikit dibedaki tepung.
,,Oh, malah ibu senang, makin banyak yang bersilaturahim ke sini. Biasanya nak Bintang juga datang, paling sebentar lagi datang. Kemarin dia datang mengajar anak-anak”
,,Bintang?” tanya Sheila
,,Iya, nanti aku kenalin deh,La” jawab Nia.
,,Assalamualaikum” suara pria memecahkan pembicaraan mereka.
,,Wa’alaikumsalam” jawab bu Annie, Nia, dan Sheila berbarengan.
Sesosok pria bertubuh tinggi tegap berdiri di depan pintu. Ia mengenakan kaos oblong hitam, kacamata berlensa kotak hitam, topi di atas kepalanya, dan gelang persahabatan model terbaru.
,,Hai Bintang!,” seru Nia menyambutnya.
,,Hai Ni, sudah datang dari tadi?” tanyanya.
,,Baru sampai,”
,,Nak Bintang, sudah makan?” tanya Bu Annie kemudian.
,,Alhamdulillah, sudah Bu” jawabnya pelan.
,,Oh ya Bin, kenalkan, ini sahabatku, Sheila” ujar Nia memperkenalkan Sheila.
,,Oh ya, Bintang,” sapa Bintang memperkenalkan diri dengan merapatkan kedua belah telapak tangan di depan dadanya. Ia melemparkan senyumannya kepada Sheila. Melihatnya seperti itu, Sheila paham dan melakukan hal yang serupa.

Pertemuan itu mengawali kegiatan-kegiatan yang kini mereka lalui bersama, kegiatan belajar agama dan mata pelajaran wajib tingkat SD. Tidak hanya mereka, beberapa teman kampus mulai ikut menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk mencerdaskan anak-anak itu. Mereka juga ikut menghimpun anak-anak yang tinggal di bantaran tempat pembuangan sampah di kawasan Grogol untuk belajar bersama. Program-program disusun sebaik mungkin, salah satunya rencana pembangunan rumah singgah sederhana di tengah perkumuhan itu.

Bu Annie pernah berkata, “walaupun kita di sini hidup serba kekurangan, saya selalu mengingatkan anak-anak untuk tidak rendah diri di hadapan orang lain, karena kita, sebagai manusia diciptakan tidak dengan kesia-siaan. Kita tercipta dengan keistimewaan masing-masing. Toh kita tidak mengemis, kalau ada orang baik yang memberi, kita terima dengan tangan terbuka.”
Kegigihan bu Annie dalam mengasuh anak-anak membuat Sheila, Nia, dan Bintang terharu dan semakin bersemangat untuk membangun rumah singgah sederhana untuk adik-adik asuhnya. Bintang yang berperan penting dalam program itu. Semua rencana, ia susun dengan rapih dan guru-guru muda telah bersedia untuk meluangkan waktu untuk mengajar di sela-sela kesibukan mereka.

“Bin, gimana kalau kita buat juga kelas musik? Emang sih harus ke rumahnya bu Dewi dulu biar bisa mulai. Tapi kan gak ada salahnya? Bisa bantu mereka ngembangin kreatifitas,” usul Nia.
“Hmm, musik ya? Boleh juga,” jawab Bintang singkat.
“Yang ngajar piano, Sheila aja, Bin. Hehe,” tunjuk Nia ke arah Sheila.
Sheila salah tingkah melihat Nia menunjuk ke arah dirinya. Bintang tersenyum melihatnya.

***

(to be continued)

Thursday, July 8, 2010

Wahai seseorang yang masih dirahasiakan Allah SWT, aku berdoa untukmu.... :-)
 
Copyright © Catatan Pianissimo. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block| Blogger Templates
Start My Salary | Designed by Santhosh